Selayang Pandang GKRI Epifania-Penjaringan Jakarta Utara
Penulis: Pdt.Paran Sakiu, S.Th., M.Pd.
GKRI Epifania diawali oleh pelatihan penginjilan yang diadakan di GKRI Mangga Besar, Boksu S.J. Sutjiono sebagai perintis GKRI dan gembala sidang GKRI Mangga besar mengadakan pelatihan penginjilan untuk jemaat dan pengerja.
Jemaat dan pengerja bergerak untuk penginjilan dan terbentuklah persekutuan-persekutuan di berbagai tempat. Pelatihan ini terjadi di awal tahun ’80 an. Alm. Sahertian menjelajah di Watcung-Penjaringan. Ibadah diawali di rumah Ibu Agus (alm) yang posisi rumahnya persis di sebelah kiri gedung gereja Epifania. Kemudian berpindah-pindah tempat karena belum memiliki tempat ibadah.
Setelah Bapak Sahertian meninggal karena kecelakaan, koordinator diserahkan kepada Bapak Mustapa Gojali. Ditengah-tengah kesibukan bekerja beliau memikirkan bagaimana supaya ada seorang hamba Tuhan full time yang turun langsung ada di tengah-tengah jemaat. Jemaat berdoa bersama meminta kepada Tuhan seorang pengerja.
Pdt. Untung Basuki, S.Th. merupakan jawaban Doa. Waktu itu Pdt. Untung Basuki, S.Th. masih bujangan. Persekutuan pun terus berjalan sekalipun mereka ditolak dan ditentang oleh warga masyarakat yang tidak paham kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akhirnya, Tuhan ijinkan untuk membeli rumah ukuran 4 x 10 M yang dijadikan tempat ibadah hingga sekarang. Setelah sekian lama melayani Pdt. Untung Basuki, S.Th. pun harus berpindah pelayanan dan melalui pergumulan panjang. Beliau menyerahkan pelayanan kepada majelis gereja yang pada waktu itu majelis terdiri dari Bapak Aan (alm),Bapak Suwito, Ibu Sutjiati Widjaya(alm) dan Ibu Harti (alm).
Salah satu majelis menghubungi Pdt. Paran Sakiu untuk bersedia pelayanan di GKRI Epifania. Tepatnya untuk kembali karena sebelumnya pernah melayani sebagai perintis persekutuan pemuda dan pembina pemuda (1994-1997). Pdt. Paran Sakiu tidak langsung menyanggupi karena masih terikat sebagai pengerja di GKRI Koinonia Cibubur. Ia hanya meminta untuk didoakan, dan mengusulkan supaya disampaikan kepada sinode GKRI.
Akhirnya awal tahun 2000 Pdt. Paran Sakiu menjadi gembala sidang di GKRI Epifania hingga sekarang. Dalam penggembalaan tidak mudah baginya. Selain masih muda dibanding dengan majelis yang sudah berumur, belum ditahbiskan, otonom tanpa ada bantuan dari sinode. Ditambah lagi jemaat yang ekonominya masih morat-marit.
Dalam penyerahan penuh kepada pemilik gereja segala tantangan dan rintangan dapat diatasi. Secara perlahan tetapi pasti sangat terlihat penyertaan Tuhan Yesus bagi gereja-Nya. Tanah di sebelah gereja dilepas oleh pemiliknya kepada gereja seharga lima belas juta dg ukuran 3,1 x 10 M. Jemaat mengumpulkan uang hanya mampu enam juta. Itu pun dikumpulkan selama setahun. Sisanya majelis berembuk. Tuhan buka jalan dan tanah itu dibeli dengan lunas tahun 2001.
Tahun 2004 tepatnya bulan september dibangunlah pastori. Uangnya dari persembahan jemaat, dari proposal (GKRI Cinere Rp.1.500.0OO, GKRI Tomang Barat Rp.1.500.000, dari hasil lobi Pdt. Benjamin Darmayanto kepada pribadi-pribadi jemaat GKRI Mangga besar Rp.5000.000). Kemudian dari pembinaan mental spiritual DKI Jakarta sepuluh juta). Sisanya yang tidak sedikit dari keluarga Ibu Sutjiati, keluarga Pak Suwito Lasiman dan Bapak Mustapa.
Beberapa tahun kemudian jemaat berdoa bersama membangun gedung gereja di lokasi yang sama. Dengan anggaran yang tidak sedikit. Kas gereja hanya ada dua puluh juta. Lalu ada persembahan dari anak dan mantu Pak Suwito Lasiman. Namun dana masih jauh dari cukup. Jemaat terus berusaha mengumpulkan dana sedangkan pembangunan tetap berjalan.
Tuhan menggerakkan keluarga Bapak Canyang sehingga gedung gereja yang berukuran 4 x 10 M tuntas dibangun tanpa membuat proposal dan meminta belas kasihan orang lain. Pengalaman membuat proposal untuk pembangunan pastori tidak mau diulang lagi. Seratus lebih proposal untuk pastori yang disebar namun hasil yang didapat jauh dari apa yang diharapkan.
Kini gereja GKRI Epifania tetap eksis sekalipun tidak mudah dalam perjalanannya. Gereja GKRI Epifania milik Tuhan, hidup dan dihidupi oleh kasih karunia-Nya. Jika hingga kini masih eksis itu bukan karena gembala sidangnya, bukan juga oleh karena majelisnya. Itu semata belas kasihan-Nya.
Adapun status gereja memiliki tempat ibadah dan pastori permanen dan bersertifikat dari BPN Jakarta Utara. Berbadan hukum, penerima BOTI dari Pemprov DKI Jakarta, tercatat sebagai gereja Lokal di PGI, PGLII dan bersinode di GKRI Mangga besar, memiliki surat keterangan Lapor dari Bimas Kristen.
Mengadakan jam peribadatan dan kegiatan yang terjadwal seperti kebaktian umum, kebaktian sekolah minggu, kebaktian remaja pemuda, kebaktian wanita, persekutuan doa dan pemahaman Alkitab. Pemerintahan gereja menganut sistem prebisterian dan kongregasional. Visi dan Misi, yakni gereja yang berdoa, mengasihi, bersaksi dan mengutus. Sedangkan motonya hidup dalam kebenaran dan menghasilkan buah.
Tantangannya yang memerlukan solusi.
- Remaja-pemuda yang belum benar-benar menyatu diperlukan pembina yang turun langsung ke dalam.
- Majelis yang belum memahami AD/ART GKRI maka perlu ada pembinaan serta memiliki AD/ART GKRI sehingga ada sinergi antara gembala dengan Majelis.
- Pertambahan jumlah jemaat yang sangat lambat solusinya perlu ada kerjasama dengan LPMI atau berpartner dengan gereja yang berpengalaman selain mengadakan pelatihan dan pembinaan.
- Perlu regenerasi kepemimpinan untuk membantu gembala sidang dalam pelayanan diperlukan doa dan mencari sosok yang tepat sesuai kehendak Tuhan.
- Adanya penetapan majelis selama mungkin perlu dikaji ulang dengan mengacu kepada AD/ART sinode GKRI.
Demikian selayang pandang GKRI EPifania dan tantangan yang terlihat sekarang ini.